Title : Rembang Petang
Author : Citrus-Camui
Contact : PM ato YM di mikan_camui
Pairing : Tetsu x Hyde(L'Arc~n~Ciel), Gackt x Hyde
Genre : Drama, Mistic kali ya?
Rate : SA become Y
Disc :
- LArc~en~Ciel, GacktJob, Miyavi, dan beberapa kameo gak penting ^^
(All of them wasn’t mine, but someday… siapa yang tau, kihihihi…)
- Stepheni Mayer dan penerjemah, dan penerbitnya…
Note : fiku terinspirasi dari sebuah novel remaja Amerika best-seller karangan Stepheni Mayer…, Twilight dan lanjutannya (New Moon, Eclipse dan Breaking Down trus gatau lagi deh ada lagi apa ngga) dengan – tentu saja, amat sangat banyak perubahan. Karena nilai geografiku gak pernah bagus, makanya kalu maksa… anggaplah wajar, nyehe~ *ditendang*
Terus jeruk mo nyoba bikin satu POV aja…dan…
Selamat menikmati…
TWILIGHT
“tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kau makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati”
Chapter 1 : Aku
Musim panas, musim panas, musim panas….
Aku ini anak musim panas! Aku seharusnya selalu ada di bawah teriknya sinar matahari yang membuat kulitku kecoklatan, dimana aku tampak keren dengan pakaian tanpa lenganku. Aku seharusnya menunjukan otot bisep dan trisepku yang sempurna dengan sedikit titik-titik peluh yang bertengger di sana – yang membuatku tampak seksi, tentu saja, Aku seharusnya berlari di samping sungai jernih Okinawa yang panas, dengan layang-layang dan suara jangkrik…
Okinawa adalah tempat dengan banyak sinar matahari dan pantai yang indah, dengan logat bahasa daerah yang kental dan perayaan-perayaan yang khas. Tempat panas dengan banyak kuil, serta makanan enak yang bisa kita cicipi. Okinawa juga adalah salah satu tempat wisata yang terkenal di jepang, selain mendatangkan keuntungan untuk penduduk local dengan banyaknya turis yang datang, cewek-cewek bule dengan bikini bersliweran juga bukan lagi pemandangan aneh ^^
intinya, aku sangat menyukai tempat ini.
Ironisnya, di sini aku sekarang. Hokadate. tempat dengan suhu terendah di jepang, nyaris seperti musim dingin setiap harinya.
Kesialan memang selalu hinggap dalam hidupku… bukan saja karena fisikku tidak seperti yang kuharapkan, kini aku juga harus pindah ke tempat yang sedikit sinar mataharinya ini.
Oke, kuulangi… fisikku sebenarnya tidak begitu menunjukan identitas tempat tinggalku sebelumnya, yang di atas tadi Cuma angan-anganku yang suatu saat nanti mungkin terwujud? Tidak seperti lelaki Okinawa yang berotot dan berkulit kecoklatan seksi – seperti yang ku ceritakan di atas, aku hanyalah laki-laki dengan Kulit putih-pucat dan muka yang cukup tirus plus guratan tipis di bawah mataku yang membuatku seperti kurang tidur. Dan mata ini, bukannya hitam tajam malah berwarna hazel, baiklah, hazel terlalu keren..cokelat pucat mungkin lebih tepat.
Tinggi badanku juga tidak memuaskan, Sebenarnya masih sangat ingin kutambah, tapi meski aku selalu berolah raga tiap pagi – dengan membereskan kamarku, kamar Mayuko, dan bahkan seisi rumah, tapi tetap saja...tinggiku hanya 168? Aku hanya bisa berharap itu bisa bertambah dua centi lagi…
Belum cukup dengan itu, bibirku juga tipis segaris, dengan warna yang hanya sedikit lebih merah dari muka pucatku… oh Tuhan! Lihat juga rambutku! Cokelat kemerahan dan bahkan nyaris pirang, kata ibu ini menunjukan ke-bulean nenekku dulu… tapi aku yang sekarang seperti manusia kurang pigmen! Rasanya warna di tubuhku hanya terdiri dari cokelat muda, cokelat tua, dan putih pucat.
Membicarakan kekuranganku memang selalu membuatku kehilangan kendali, hehe. Back to the topic, selain aku dipaksa pindah dari tempat yang penuh sinar matahari dan menunjang pertumbuhan dan perubahan fisikku… masalah ternyata masih menyukaiku. Di tempat dingin ini, aku harus tinggal bersama adik tiriku yang menyebalkan. Ken.
Kenapa ya aku harus tinggal bersama Anak-Ayah-Beda-Ibu seperti dia? maksudku, Bagaimana mungkin aku bisa hidup dikelilingi rokok setiap harinya? – Ya , aku memang bukan perokok… karena itu aku tak mungkin bisa bertahan, dengan asap dan nikotin yang menyesakkan lalu udara dingin yang menusuk sampai tulang punggung. aku bisa gila! – dan yang kumaksud adalah dalam artian yang sebenarnya.
“PIP!”
Ada e-mail. lagi-lagi Mayuko! Apa sih maunya Okaan-ku ini? sudah melahirkanku di usianya yang terlalu muda, menikah dengan banyak pria. Dan menelantarkanku di tempat sedingin Hokadate… sekarang dia mengirim e-mail setiap setengah jam sekali?
Hm… kalu di pikir-pikir, dari awal Mayuko memang tidak salah sih, dia memang terlalu cantik, bahkan di usianya yang sudah cukup, well, berumur. Tiga tahun lalu dia menikah dengan seorang pria – lagi. Suaminya, yang saat ini belum kuakui sebagai ayahku, adalah pelaut. Tadinya aku tinggal bersama mayu untuk menemaninya saat suaminya pesiar, tapi dasar lelaki bodoh satu itu, dia mengira Mayu lebih mencintai aku dibanding dirinya! Ya iyalah, aku kan anaknya!
Jadi Dia memutuskan untuk membawa serta Mayuko ke mana pun ia pergi, tapi ia tidak ingin rumahnya ditempati olehku, dasar kepar*t! memangnya aku akan melakukan apa? Makanya, daripada merusak rumah tangga ibuku sendiri, lebih baik aku tinggal di tempat Ayah. Rumah almarhum Ayah kandungku dan Ken. Selama Mayu bahagia, tempat sedingin apapun akan kutinggali.
Tapi sekarang…. Mungkin seharusnya aku berpikir dua kali untuk memilih meninggalkan Mayu.
Sayang, maaf ya… kamu sampai harus pindah ke Hokadate demi aku, kuharap kamu senang di sana, aku sudah bilang pada Ken-chan untuk memasakkan makan malam enak untukmu, tapi aku tidak begitu tahu dia bisa memasak atau tidak. Kuharap kau baik-baik dengannya, sejak kehilangan Ibunya ia jadi sedikit sensitive. Selamat bersenang-senang di sana, Aku akan mengabarimu kalau aku pulang ke Okinawa.
Aduh… maaf lagi.. Dia memang harus minta maaf, tapi dari lima puluh e-mail yang Dia kirim padaku hari ini, tak bisakah sekali saja menghilangkan kata maaf? Aku sudah memaafkan jauh hari, bahkan sepertinya sejak aku belum lahir,
“PIP!”
Oh iya, aku baru sampai hawaai, dan aku berniat untuk membelikanmu topi jerami… sepertinya akan cocok dengan mata cokelatmu! Sekali lagi maafkan aku ya sayang… baik-baiklah di sana…
Salam sayang dan cium
Mayuko
Ya… ya… semoga saja semuanya akan baik-baik saja. Hey, bisakah aku yang sekarang berdiri kedinginan di depan pintu rumahku sendiri disebut baik-baik saja?
Aku memperhatikan langit malam yang bersih. Bukan hanya tanpa awan tapi juga tanpa bintang. Benar-benar hitam. Merapatkan jaketku, aku memejamkan mata dan menyender pada pintu yang terkunci, setengah berharap kalau semuanya tidak benar-benar sedang terjadi padaku.
Sudah ku kira si Ken brengsek itu sengaja. Dia tahu kalau aku akan datang hari ini tapi dia tidak pulang cepat, dan meninggalkan rumah dengan keadaan terkunci. Kau pikir kenapa aku bisa ngelantur dan melamun tentang banyak hal? karena aku sudah menunggu tiga jam di sini, di depan pintu rumah almarhum Ayahku, yang dengan kata lain adalah RUMAHKU! Aku terkurung di depan RUMAHKU!
“HATCHI!!!”
Haaah~ setidaknya biarkan aku masuk dan menghangatkan tubuhku dasar adik tiri bodohh!!
~~~
Chapter 2 : Ken
“Siapa Kau?” aku mendengar suara cempreng itu. suara yang sebenarnya kurang cocok dengan sosok tubuh jangkung di hadapanku. Seseorang dengan mata yang hanya segaris dan kumis tipis di sekeliling bibirnya. Di bibir mungil mengerucut yang seperti bibir kucing itu bertengger pilinan tipis tembakau, benda yang paling kubenci.
Aku tak menjawabnya, hanya memandanginya dengan ekspresi sesebal mungkin, tapi wajah itu bahkan tak menunjukan setitik pun rasa bersalah, bahkan datar dan tak peduli.
Dihadapanku, berdiri Ken, dengan celana jins butut yang sobek di sana-sini dan jaket hijau parasit tebal dengan topi berbulu, lehernya dibalut syal hitam. Tampak sangat… sangat tak terurus. Dengan rambut semi keriting yang tak pernah disisir itu, aku bahkan berpikir bahwa ia tak pernah keramas. Sebuah kantong plastic besar dijinjing di tangan kanannya, dan tangan kirinya sepertinya hangat dalam saku jaket. Mata sipitnya memicing, memandangku seolah aku adalah makluk luar angkasa.
Sebenarnya aku agak sedikit ragu, mengingat ken saat kami kanak-kanak tidaklah seseram ini. Tingginya biasa saja, manis dan meskipun sering menjahiliku… tapi aku tetap menyukainya. sejak kematian Ayah… yang artinya ia menjadi yatim piatu, ia berubah jadi seperti ini. Mungkin aku memang harus lebih pengertian.
“Ken… Aku Tetsu!” jawabku mengingatkan, karena tak satupun garis wajahnya yang menunjukan ia mengenalku.
“Tetsu?” datarnya.
“Aku Tetsuya, kakakmu! Apa kau mengingatku? ”
“Setahuku aku tak pernah punya kakak.” Ia masih menatapku, lurus-lurus, dan setengah terlihat menganggapku tak penting.
“Aku anak Mayuko… istri kedua Ayah.”
“hm…”
Tapi alih-alih mengiyakanku yang – berusaha, tersenyum ramah, ia malah mengeluarkan sebuah kunci, memasukkan ke lobangnya dan membuka pintu. Masuk begitu saja tanpa mempersilahkanku. Ya Tuhan! Dosa apa aku pada orang ini? rasanya ia sama sekali tak bisa beramah tamah!
“Tetsuya, apa aku harus mempersilahkanmu masuk dan melayanimu? Aku bukan pembantu! Masuk dan urus dirimu sendiri!” Suara cempreng itu terdengar dari dalam, dengan nada mengejek yang menyebalkan. Aku menguatkan hatiku dan mengikutinya masuk ke dalam rumah itu – maksudku rumah-KU.
Seekor kucing menyambutku, melingkarkan tubuhnya di kakiku setelah aku membuka sepatu dan memakai sandal rumah. Oh tidak! Aku tak tahu kalau Ken memelihara kucing!
“HATCHI!” uh.. sialnya… aku alergi kucing.
Kulihat Ken menghiraukanku, menyimpan belanjaannya di meja makan dan… aku benar-benar bingung harus melakukan apa. Rumah itu seperti kapal pecah! Benar-benar berantakan, di sofa ruang tengahnya ada bantal dan selimut kusut yang kemungkinan besar bekas tidur Ken, lalu disamping sofa itu bertumpuk-tumpuk cup mie instan kosong berserakan disamping tong sampah yang penuh dan jorok, belum lagi buku-buku pelajaran dan majalah (majalah Porno pula… *sigh*) yang bertengger di mana saja.
“uhn… HATCHI! HATCHI!” Aku mencolek meja telepon di sebelahku, debunya tebal! Mengerikan! Baiklah, ini semua tak penting sekarang. Aku mengusir kucing di yang sedang ber-purr-purr itu dengan kakiku, menutup hidungku untuk menghalangi debu-debu kecil yang mungkin saja akan membahayakan paru-paruku. Sudahlah…Yang kubutuhkan adalah ofuro dan tempat tidur yang nyaman.
“apa aku boleh tahu di mana aku bisa tidur?” aku tersenyum ramah pada Ken, berusaha menutupi rasa kesal dan heran dalam suaraku. Heran karena ada orang yang bisa tinggal tanpa membereskan tempat ini.
“kau bisa tidur di lantai dua.” Ucapnya – yang rasanya, ketus.
“Terima kasih kalau begitu…” balasku lelah, tak peduli apa pun juga aku menyeret koper besarku menuju tangga dan naik.
Aku masuk ke satu-satunya kamar di lantai dua, memasuki ruangan yang lumayan lega itu. dan kekecewaan kembali menyerangku. Begitu banyak debu di sana, kain-kain putih masih menutupi perabotannya… dan… sangat jelas kalau kamar sudah lama tak dihuni.
Kuhempaskan tubuhku di single-bed tanpa bedcover itu, menghela lagi sebelum tanpa sadar menutup mata lelah.
Hari ini saja… meskipun jorok dan penuh debu, tapi hari ini aku ingin langsung tidur.
HATCHI! Oyasumi…
~~~
yosha, tubikontinyuu~
0 komentar:
Posting Komentar